Salah satu hal yang dilakukan adalah dengan penetapan biaya pendidikan mahasiswa yang didasarkan pada student unit cost(SUC). Kepala Kantor Komunikasi UI Vishnu Juwono mengatakan, dalam menetapkan biaya pendidikan, UI menggunakan dasar hukum yang tertuang dalam Pasal 37 ayat (4) PP 152, yaitu tata cara pengelolaan keuangan universitas yang ditetapkan oleh Majelis Wali Amanat (MWA). Unsur-unsur MWA terdiri atas Menteri Pendidikan Nasional mewakili pemerintah, perwakilan staf pengajar (dosen, guru besar, maupun non-guru besar). Semua unsur itu tergabung dalam senat akademik universitas, perwakilan masyarakat, perwakilan karyawan universitas,perwakilan unsur mahasiswa,dan rektor selaku perwakilan manajemen universitas.
Pernyataan Vishnu itu menanggapi kritikan yang dilontarkan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait penetapan biaya mahasiswa di UI.Menurut Juru Bicara UI ini, UI telah melaksanakan kewajibannya dalam memberikan laporan keuangan kepada mahasiswa dan masyarakat melalui perwakilannya di MWA. ”UI menyampaikan terima kasih atas perhatian ICW.Kami telah mengirimkan surat balasan tersebut hari ini,” ungkap Vishnu dalam rilis yang disampaikan kepada SINDO kemarin.Menurut Vishnu, pada 2008, hasil mekanisme penghitungan bersama yang dilakukan perwakilan civitas academica, termasuk elemen mahasiswa yang diwakili Badan Eksekutif Mahasiswa UI dan fakultas, UI menetapkan biaya pendidikan berdasarkan SUCper mahasiswa.
Untuk program sarjana bidang eksakta ditetapkan sekitar Rp27 juta per semester, sedangkan program non-eksakta Rp18 juta per semester. Untuk Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi,biaya pendidikan per mahasiswanya sebesar Rp58 juta per semester. “UI menyadari beban SUC biaya pendidikan tersebut masih terlalu besar.Karena itu,UI hanya membebankan 1/3 dari total biaya pendidikan kepada mahasiswa,” ungkapnya. Untuk selebihnya, yaitu sebesar 2/3,menjadi tanggung jawab UI dan pemerintah. Dengan demikian, mahasiswa UI hanya membayar beban biaya pendidikan sesuai dengan penetapan biaya pendidikan standar (BP standar), yakni sebesar Rp7,5 juta per semester dan uang pangkal Rp25 juta yang dibayarkan hanya satu kali dalam masa pendidikan untuk bidang eksakta.
“Sedangkan bidang non-eksakta dikenai Rp5 juta per semester dan uang pangkal Rp10 juta,” paparnya. Vishnu juga menyatakan,biaya pendidikan standar atau BP standar merupakan pedoman biaya pendidikan yang dibayarkan oleh mahasiswa yang berasal dari keluarga yang memiliki kemampuan keuangan membayar sebesar itu. UI, ujarnya,menyadari bahwa variasi kemampuan keuangan keluarga mahasiswa sangat beragam, mulai dari rentang yang sangat mampu hingga yang sangat tidak mampu. Karena itu,UI memberlakukan sistem Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOP Berkeadilan), khusus untuk program S-1 reguler.
“Melalui sistem BOP Berkeadilan, mahasiswa bisa membayar BOP antara Rp100.000 hingga Rp7,5 juta untuk eksakta dan Rp100.000 hingga Rp5 juta untuk non-eksakta, sesuai dengan kemampuan masing-masing,” paparnya. Mekanisme ini, jelasnya, sangat bertumpu pada kejujuran mahasiswa dan orang tua dalam mengisi data kemampuan keuangan. Data ini, ungkap Vishnu, akan diolah dan dianalisis oleh tim UI sehingga menjadi dasar menetapkan BOP tiap mahasiswa setiap tahun. “Tim Penetapan BOP Berkeadilan selalu melibatkan unsur mahasiswa. Mereka dilibatkan secara aktif, terutama dalam melakukan verifikasi data,bahkan melakukan survei ke lapangan jika ada datadata yang kurang lengkap atau meragukan,” paparnya.
Meski demikian, Vishnu menyadari bahwa dalam implementasinya, hanya sedikit mahasiswa program S-1 reguler yang mampu membayar sebanyak besaran maksimal BOP Berkeadilan. Bahkan, selama tiga tahun terakhir, lebih dari 8.000 mahasiswa S-1 reguler atau 59% membayar di bawah besaran maksimal BOP Berkeadilan. “Bahkan hampir sebanyak 5.000 mahasiswa S-1 reguler selama 3 tahun terakhir hanya membayar BOP Berkeadilan di bawah Rp2 juta,” tegasnya. (nugroho)