Kebijakan itu tertuang dalam Permendiknas Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pola Penerimaan Mahasiswa Baru.
Permendiknas ini lahir dari konsekuensi Peraturan Pemerintah Nomor 66/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Kebijakan ini menegaskan bahwa seluruh PTN termasuk Politeknik wajib menerima mahasiswa miskin 20 persen dari total penerimaan mahasiswa baru.
“Kita menentukan angka-angka itu sudah melalui pertimbangan yang matang. Termasuk 20 persen buat adik-adik kita yang ekonomi lemah tadi bisa kuliah gratis di PTN,” kata Mohammad Nuh kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa pertimbangan utama Kemendiknas sehingga menjadikan angka 60 persen sebagai batas minimum bagi PTN untuk seleksi nasional melalui SNMPTN?
Tema besarnya yang kita siapkan adalah terkait integrasi. Jadi ada integrasi vertikal dan integrasi horisontal. Ingtegrasi vertikal itu maksudnya seluruh jenjang pendidikan itu saling terkait. Jadi hasil dari pendidikan di bawahnya itu bisa dipakai untuk melanjutkan jenjang pendidikan di atasnya. Untuk Ujian Nasional jadi pasport untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hasil lulusan SD, SMP dan SMA itu namanya integrasi vertikal.
Bagaimana dengan integrasi horisontal?
Integrasi horisontal ini ada dua, yaitu integrasi sosial dan integrasi kewilayahan. Sama-sama kita ketahui bahwa di negara kita ini ada disparitas sosial, ada yang kaya, super kaya, miskin dan sangat miskin. Untuk itu, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan untuk mengintegrasikan sosial tadi itu agar anak-anak miskin itu bisa menikmati dunia pendidikan kita terutama di PTN. Maka melalui PP itu setiap PTN wajib menyediakan 20 persen setiap Penerimaan Mahasiswa Baru itu berasal dari keluarga tidak mampu, tapi tentunya secara akedemik memenuhi syarat.
Kalau integrasi wilayah, artinya apa?
Kita kan sama-sama tahu bahwa kewilayahan itu punya dampak di mana ada yang sekolahnya baik, ada juga yang tidak terlalu baik. Dari situlah kenapa PTN wajib menerima mahasiswa baru tadi itu 60 persen paling tidak dilakukan seleksi secara nasional. Artinya, kalau PTN membuka 60 persen, berarti dari berbagai wilayah ada kemungkinan masuk PTN semakin luas, semakin lebar dibandingkan kalau PTN itu dibuka seleksi nasionalnya secara mandiri yang rata-rata itu beragam, ada 20 persen, ada juga 30 persen. Kalau dibuka 20 persen butuh penantian panjang karena 20 yang terbaik. Tapi karena dibuka 60 persen, 60 terbaik itu bisa masuk. Itulah kenapa seleksi nasional 2011 itu minimal 60 persen diambil seleksi nasional. Jadi tiga hal itu, integrasi vertikal, sosial dan kewilayahan tadi, sehingga orang-orang yang status sosialnya miskin, punya kesempatan, mereka gratis.
Berapa kira-kira mahasiswa gratis?
Tahun ini kita berikan 20.000 beasiswa untuk mahasiswa baru. Kalau dulu biasanya dapat beasiswa setelah jadi mahasiswa. Sekarang nggak begitu. Selesai dia tes, diterima, lalu dapat beasiswa. Jadi biaya pendidikannya gratis dan setiap bulan mendapat Rp 500 ribu. Tapi tahun 2011 naik Rp 600 ribu.
Kenapa tidak sekalian saja 100 persen biar persaingan antara siswa lebih fair dan tak ada diskriminatif antara miskin dan kaya?
Kita ingin bertahaplah. Kampus itu kan juga punya otonomi. Wong kalau paksa 100 persen nanti seakan-akan semuanya itu model beton. Tadinya itu kan ada 20 persen, 30 persen. Nah sekarang sudah meningkat 60 persen untuk nasional. Sekarang kan ada yang tersisa 40-an persen, nah kampus itu menerima dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Misalnya, melalui kemampuan khusus, itu kan tidak lewat seleksi nasional, tapi seleksi khusus. Karena itu kita beri keleluasan PTN untuk mandiri. Itu alasan mengapa tidak 100 persen.
Sebelum menetapkan 60 persen SNMPTN dan 40 persen jalur lainnya, apa ada kajian?
Tentu kita menentukan angka-angka itu, tidak tidur terus, lalu keluar angkanya 60 persen, dan 40 persen. Tidak. Termasuk 20 persen buat adik-adik kita yang ekonomi lemah tadi. Itu latar belakangnya ada.
Apa saja?
Kemiskinanan kita itu kan 13,3 persen. Kami juga mempelajari itu makanya dengan memberi 20 persen itu kan sudah melebihi rata-rata kemiskinan tadi. Dan sekaligus juga tidak semua orang miskin itu diberikan PT, ada juga misal dari SMK, yang memiliki potensi bagus tapi berat secara ekonomi, itu ada seleksi khusus juga untuk masuk ke politeknik. Jadi, akhirnya ketemu angka 20 persen.
Untuk jalur mandiri, apa ada prosedur yang ditetapkan Kemendiknas atau diserahkan sepenuhnya kepada PTN ?
Namanya saja mandiri, tentu kita berikan keleluasan bagi PTN masing-masing. Tentu kami semua yakin prinsip-prinsip kejujuran dengan mempertimbangkan kemampuan akademik. Tidak mungkin ujiannya tidak lulus, kemudian diterima. Tentu tidak mungkinlah. Tentu ada pertimbangan-pertimbangan akademik.
Apa ada pengawasan untuk penerimaan mahasiswa lewat jalur mandiri ?
Tentu. Setiap kebijakan kalau tidak disertai pengawasan, maka kebijakan itu punya potensi untuk disimpangkan. Untuk itu harus dikendalikan, harus dikontrol, harus diawasi. Kalau ada penyimpangan-penyimpangan di situ bisa dilakukan koreksi atau teguran-teguran, sehingga kebijakan nasional itu tidak hanya di atas kertas tapi di lapangan pun juga mencerminkan seperti itu.
Bagaimana jika ada PTN yang mbalelo dari aturan?
Sanksi itu banyak ragamnya. Mereka sudah sangat sadarlah tentang mana yang kebijakan nasional, mana yang harus diikuti dan harus kita berikan keleluasaan. Untuk itu, kita punya pretensi tidak akan melanggar. Tapi jika melanggar aturan (mbalelo) tentu kita berikan sanksi tegas.
Sanksinya seperti apa?
Pertama, tentu sanksi sosial. Kita umumkan ke publik bahwa perguruan tinggi ini tidak memenuhi prinisp–prinsip dalam PP atau Permendiknas. Nanti masyarakat memberi penilaian bahwa permendiknas atau PP yang jelas-jelas minimal 20 persen anak miskin, ternyata tidak sampai, disitu masyarakat bisa beri penilaian. Oh kalau begitu ternyata PTN itu tidak fair, mestinya 20 persen orang miskin diambil 10 persen di luar ketentuan. Sanksi sosial itu. Yang kedua, tentu kita juga punya mekanisme lain yaitu sanksi kinerja. PTN itu kan perguruan yang diselenggarakan pemerintah,. Dana-dananya pun berasal dari pemerintah, dari APBN. [RM]