Belum digubrisnya putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan lima kepala sekolah untuk memberikan laporan surat pertanggungjawaban penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), bikin aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Koalisi Anti Korupsi Pendidikan (KAKP) mendatangi Polda Metro Jaya, kemarin.
Laporan ICW dan KAKP terhadap Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI Jakarta Taufik Yudhy serta lima kepala sekolah SMP negeri di wilayah Jakarta itu, dipicu asumsi adanya upaya menghambat akses informasi publik. Melalui juru bicaranya, Jumono, KAKP menuduh terlapor tidak mematuhi putusan KIP yang memerintahkan Kadisdik dan lima kepala sekolah SMP, yakni SMP 190, SMP 95. SMP 84, SMP 67 dan SMP 28 memberi laporan pertanggungjawaban penggunaan dan BOS dan dana BOP kepada KIP.
Soalnya, putusan yang ditelurkan pada 15 November 2010 itu, hingga kemarin belum dipenuhi para terlapor. “Lantaran itu, kami menilai, mereka menghambat akses informasi publik. Mereka tidak menghormati putusan KIP,” ujarnya.
Akibat diabaikannya putusan KIP itu, lanjutnya, para orangtua murid di masing-masing sekolah kesulitan memperoleh pertanggungjawaban pemakaian dana BOS dan dana BOP yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 1,1 miliar. Karena itu, KAKP menindaklanjuti dengan langkah mendatangi KPK, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, KIP dan Polda Metro Jaya guna mendapatkan kepastian.
“Kami juga sudah mendatangi Kejati DKI dan KPK. Kepada mereka, kami meminta agar audit BPK dan BPKP dijadikan sebagai dasar pengusutan kasus dugaan korupsi dana BOS dan BOP ini,” katanya seraya meminta Kadisdik DKI membeberkan secara gamblang daftar penggunaan uang BOS dan BOP. “Tunjukkan bukti-buktinya untuk keperluan apa. Mana kwitansi dan rincian-rinciannya. Semua itu harus dilaporkan secara transparan.”
Mengenai pelanggaran yang diduga dilakukan terlapor, Jumono membeberkan, sejauh ini KIP mengkategorikan bahwa terlapor melanggar Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang KIP. “Yang dengan sengaja tidak memberikan informasi publik yang disampaikan melalui permintaan dan mengakibatkan kerugian orang lain, dikenai hukuman penjara paling lama satu tahun atau denda lima juta rupiah berdasarkan pasal itu,” urainya seusai menyampaikan laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Metro Jaya, kemarin siang.
Aktivis ICW Tama Satrya Langkun yang mendampingi Jumono menyebutkan, upaya menyingkap dugaan tindak pidana korupsi BOS dan BOP ini sudah berlangsung lama. Meski usaha yang dilakukan ICW dan KAKP itu kerap menemui hambatan, ia memastikan langkah mereka tidak surut.
Dalam kesempatan laporan kali ini, aktivis ICW dan KAKP yang mengenakan topeng wajah Kadisdik DKI menyertakan bukti berupa salinan penggunaan dana di lima SMP yang dimaksud, putusan KIP terkait salinan dokumen dana BOS dan BOP, daftar perkara yang diproses PTUN Jakarta, laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Jakarta yang memuat kerugian negara atau daerah senilai Rp 1,1 miliar dalam pengelolaan dana BOS dan BOP di kelima SMP itu. “Anehnya, kenapa Kadisdik tak kunjung memberikan laporan pertanggungjawaban mengenai hal ini. Ironisnya, putusan KIP pun diabaikan,” protesnya seraya meminta agar aparat kepolisian bertindak proporsional menanggapi laporan ini.
Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Jafar menyatakan, semua laporan warga masyarakat yang masuk ke kepolisian akan ditindaklanjuti secara obyektif. “Kami menjadikan laporan itu sebagai masukan dan akan kami tindaklanjuti sesuai porsinya,” kata dia.
Sedangkan terlapor dalam kasus ini, Kadisdik DKI Taufik Yudi Mulyanto menyatakan siap mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Ia pun menepis tuduhan yang menyebut jajarannya sengaja menutup-nutupi informasi publik. Justru, katanya, sikap diam yang dipilih jajarannya dipicu upaya mematuhi peraturan. “Jadi, bukan tidak mau memberikan kepada ICW atau siapa pun. Tapi, kami harus menyampaikan hal ini ke Inspektorat dan BPKP yang akan memberikan penilaian. Saya sudah sampaikan semua data itu kepada atasan yang akan meneruskan ke BPKP,” katanya, kemarin.
Taufik menegaskan, pentingnya laporan kepada Inspektorat dilatari kewajiban jajarannya memenuhi tugas pokok dan fungsi lembaga. Laporan yang disampaikan ke Inspektorat akan dipakai sebagai bahan untuk mengecek, seberapa besar penyele-wengan dana BOS dan dana BOP.
KIP: Data BOS Adalah Dokumen Publik
Majelis Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) yang diketuai Ahmad Alamsyah Saragih mengabulkan permohonan ICW. Dalam amar putusan yang dibacakan di Aula Serba Guna, Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta pada 15 November 2010, Majelis Komisioner menyatakan bahwa salinan surat pertanggungjawaban pengelolaan dana BOS dan BOP tahun 2007-2009 yang dimohonkan ICW adalah dokumen publik.
Atas hal tersebut, Majelis Komisioner memerintahkan Kepala Sekolah SMPN 190 Jakarta, SMPN 95 Jakarta, SMPN 84 Jakarta, SMPN 67 Jakarta dan SMPN 28 Jakarta menyerahkan salinan surat tersebut dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
Peneliti ICW Febri Hendri menilai, putusan Majelis Komisioner dalam sengketa informasi publik pada pengelolaan dana BOS dan BOP tahun 2007-2009 adalah putusan penting dan bersejarah. Putusan ini penting karena menyangkut transparansi pengelolaan keuangan negara. “Selama ini, transparansi dimaknai sebagai penyerahan dokumen keuangan kepada lembaga seperti BPK, BPKP, Inspektorat dan sebagainya. Pejabat publik menyatakan telah transparan ketika sudah menyerahkan dokumen keuangan kepada lembaga-lembaga pemeriksa tersebut. Akses publik terhadap dokumen tersebut dianggap bukan bagian dari transparansi,” paparnya.
Selain itu, lanjutnya, putusan KIP bisa menjadi tonggak atau dasar bagi seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawasi pengelolaan keuangan negara di lembaga-lembaga publik. Nah, menurut Febri, akses publik terhadap dokumen keuangan negara akan mengurangi kebocoran anggaran secara signifikan dan meningkatkan pelaporan masyarakat atas tindak pidana korupsi.
“Lantaran itu, putusan Majelis Komisioner KIP tersebut penting untuk meningkatkan transparansi, pengawasan untuk mencegah korupsi dan penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi,” tandasnya.
Putusan ini, lanjut Febri, juga bersejarah karena merupakan putusan ketiga KIP setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP tanggal 20 April 2010. “Putusan ini, telah mendorong bangsa Indonesia satu langkah maju ke depan, menjadi bangsa yang transparan dan akuntabel dalam mengelola sumber daya publik,” ujarnya.
Sementara pada penanganan kasus dugaan penyelewengan dana BOS, menurut Febri, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan satu tersangka. Saat ini, lanjutnya, Kejati masih melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan. Namun, Febri tak mau menyebut identitas tersangka. Ia hanya menyatakan, tersangka merupakan bekas Kepala Sekolah SD di Jakarta Timur. “Saya belum bisa sebutkan identitasnya, karena Kejati juga belum memberitahu. Yang jelas dia tersangka,” katanya.
Kasus Ini Penting Karena Menyangkut Kepentingan Umum
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk mengulur-ulur waktu pelaksanaan eksekusi. Apalagi, jika proses hukum yang berjalan sudah sesuai undang-undang. “Menjalankan putusan hukum menunjukkan komitmen warga negara yang patuh dan taat pada hukum,” kata anggota Komisi III DPR Nudirman Munir.
Ia mengingatkan, putusan pada sidang kasus pidana maupun sidang sengketa informasi sama-sama mempunyai ketentuan hukum yang mengikat. Karena itu, ia meminta semua pihak menghormati putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP).
Pada dasarnya, menurut Nudirman, KIP dibentuk untuk memecahkan kebuntuan penuntasan penanganan sengketa informasi. Seringkali, sambungnya, sengketa informasi menjadi persoalan yang tidak bisa diselesaikan melalui KUHP. “Maka, dibentuklah komisi yang bertugas lebih spesifik menuntaskan persoalan sengketa informasi itu,” jelas Politisi Partai Golkar ini.
Dia menambahkan, jika putusan Majelis Komisioner KIP diabaikan, para pihak yang bersengketa bisa membawa sengketa itu ke jalur hukum lain seperti melapor kepada kepolisian. “Jadi, saya rasa langkah ICW itu sudah tepat. Tinggal bagaimana kita melihat kepolisian menindaklanjuti laporan tersebut,” ujarnya.
Nudirman berharap, gonjang-ganjing citra penegak hukum dalam penanganan kasus mafia pajak, hendaknya dijadikan sebagai gambaran dan pelajaran bagi aparat penegak hukum. Artinya, keseriusan aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti laporan ICW ini bakal menjadi catatan penting dalam upaya kepolisian memperbaiki citranya. “Hendaknya penanganan perkara didasari sikap profesionalisme. Dalam kasus ini, saya secara khusus meminta agar Majelis Komisioner mengambil langkah konkret mengenai putusannya yang belum dilaksanakan para pihak yang bersengketa. Kepada kepolisian, hendaknya perkara ini diusut secara profesional. Jangan main-main, karena citra penegak hukum di segala sektor saat ini tidak bagus,” ingatnya.
Menurutnya, penanganan kasus ini menjadi penting karena selain kasusnya sudah lama, juga menyangkut kepentingan masyarakat umum. Maka, lanjutnya, tidak salah manakala kebuntuan penanganan perkara sengketa informasi kali ini masuk ranah kepolisian atau pidana umum.
Informasi Publik Tak Boleh Dirahasiakan
Abdullah Alamudi, Dosen LPDS
Apapun dalihnya, pejabat publik wajib mematuhi putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP). Apalagi, persoalan seputar sengketa informasi selain berdampak pada hukum, juga berimplikasi terhadap pelanggaran HAM.
Penjelasan mengenai hal ini, kemarin dikemukakan Abdullah Alamudi, dosen Lembaga Pers Dr Sutomo (LPDS) yang juga Dewan Penyantun LBH Pers.
Menurutnya, persoalan krusial sengketa informasi ICW versus Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta seputar data pertanggungjawaban penggunaan dana BOS dan BOP tahun anggaran 2009, semestinya sudah tuntas karena sudah ada putusan KIP. “Artinya, putusan itu harus dihormati dan dilaksanakan,” tandasnya.
Kata Abdullah, putusan soal ini memiliki kekuatan hukum yang tetap. Bahkan, dalam aturannya, siapapun pejabat publik yang sengaja menyembunyikan informasi publik, bisa diancam penjara satu tahun dan denda sebesar Rp 5 juta. “Punya kekuatan hukum yang pasti dan mengikat,” tandasnya.
Mengenai laporan ICW ke kepolisian, ia menilai bahwa itu merupakan langkah konkret. Soalnya, ketidakpatuhan pejabat publik terhadap putusan Majelis Komisioner KIP bisa diperkarakan ke kepolisian atau ditindaklanjuti dengan hukum pidana umum.
“Kan ada bukti-bukti bahwa salinan putusan Majelis Komisioner tidak dipatuhi pejabat publik tertentu, makanya putusan ini bisa diperkarakan ke kepolisian yang akan berlanjut ke kejaksaan dan pengadilan,” ujarnya.
Abdullah menambahkan, persoalan sengketa informasi tidak hanya berkaitan dengan unsur pelanggaran Undang-Undang tentang Kebebasan Informasi Publik. Hal ini juga berimplikasi terhadap pelanggaran HAM. Karena pada prinsipnya, kebebasan informasi itu merupakan hak seluruh manusia. [RM]