Oleh: Fahrin Malau
Sebuah gagasan dimunculkan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, Drs. Syaiful Syafri untuk menerbitkan buku-buku muatan lokal. Sejumlah kalangan menyambut baik gagasan menerbitkan buku muatan lokal. Diharapkan semakin banyak buku-buku muatan lokal, masyarakat akan semakin mengetahui potensi yang dimiliki Provinsi Sumatera Utara.
Kegembiraan akan hadirnya buku-buku muatan lokal juga disambut baik Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Sumatera Utara. Ketua Ikapi Sumatera Utara, Rizali H. Nasution kepada Analisa berharap dengan hadirnya buku-buku muatan lokal dapat menggairahkan kembali industri penerbitan yang beberapa tahun ini mengalami kelesuan. Tidak hanya itu, hadirnya buku-buku muatan lokal memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengekplorasi kekayaan Sumatera Utara yang dikemas dalam bentuk buku. Berikut ini petikan wawancara Analisa bersama Ketua Ikapi Sumut, Rizali H. Nasution, Kamis (17/2).
Analisa: Apa respon Ikapi dengan gagasan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara menerbitkan buku-buku muatan lokal?
Rizali: Ikapi Sumut menyambut baik gagasan Dinas Pendidikan Sumatera Utara menerbitkan buku-buku muatan lokal. Hanya saja, sebelum buku-buku muatan lokal diterbitkan terlebih dahulu harus jelas batasan apa saja yang dikatakan muatan lokal.
Analisa: Bisa dijelas maksud batasan muatan lokal?
Rizali: Begini. Batasan muatan lokal yang saya maksud harus jelas apa yang dimaksud muatan lokal. Misalnya buku Sisingamangaraja XII bisa dikatakan muatan lokal dan juga bisa dikatakan tidak muatan nasional. Kalau buku Sisingamangaraja XII menceritakan perjuangan melawan penjajahan tidak tepat dikatakan muatan lokal. Kita mengatahui kalau Sisingamangaraja XII adalah pahlawan nasional, artinya sosok Sisingamangaraja XII adalah milik masyarakat Indonesia, bukan hanya masyarakat Sumatera Utara. Lain cerita bila buku Sisingamangaraja XII menceritakan tentang silsila, keluarga baru tepat dikatakan muatan lokal. Begitu juga dengan buku Jenderal Abdul Haris Nasution bisa dikatakan muatan lokal karena kelahiran Tapanuli Selatan tapi juga bisa tidak dikatakan muatan nasional karena Jenderal Abdul Haris Nasution pahlawan revolusi milik masyarakat Indonesia. Tergantung dari sudut pandang mana kita melihat.
Perlu saya tambahkan, tidak selamanya muatan lokal ditinjau dari sejarah, seni, budaya, alam, cerita rakyat dan sebagainya yang terdapat di suatu daerah dalam hal ini provinsi. Provinsi Bali menetapkan Bahasa Inggris sebagai muatan lokal. Salah satu provinsi di Pulau Jawa, saya lupa di provinsi mana menetapkan Bahasa Mandarin sebagai muatan lokal. Saya melihat Bahasa Inggris, Mandarin sebagai muatan lokal sebatas regional daerah dimana pemerintahnya mewajibkan semua sekolah mengajarkan Bahasa Inggris atau Bahasa Mandarin. Di sinilah saya katakan perlu ada batasan muatan lokal. Bila tidak ada batasan, setiap orang bisa saja mengatakan ini muatan lokal dan ini tidak muatan lokal. Bila ini terjadi akan muncul perdebatan panjang di kalangan masyarakat.
Analisa : Siapa yang berhak menentukan muatan lokal?
Rizali: Satu badan. Kita mengenal Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tingkat pusat. Badan ini punya tugas menilai standar pendidikan salah satunya pelajaran di sekolah. Sebenarnya bila kita melihat peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pemerintah daerah yakni gubernur dapat membentuk BSNP tingkat Provinsi. Sayangnya sampai saat ini belum ada provinsi yang membentuk BSNP tingkat Provinsi. Ini mungkin karena petunjuk teknis dari pembentukan BSNP tingkat provinsi belum jelas. Padahal bila BSNP tingkat Provinsi terbentuk, badan ini yang memiliki wewenang membuat kriteria buku muatan lokal. Oke lah, BSNP tingkat Provinsi belum ada, harusnya Dinas Pendidikan Sumatera Utara mewakili gubernur membentuk tim yang bertugas menetapkan kriteria buku muatan lokal. Sampai saat ini saya belum mendengar ada tim yang diangkat Dinas Pendidikan Sumatera Utara yang diberi wewenang menetapkan kriteria buku muatan lokal.
Analisa : Berarti perlu ada tim yang menetapkan buku muatan lokal
Rizali: Itu harus, tanpa ada lembaga yang diberi wewenang menetapkan buku muatan lokal berarti buku-buku muatan lokal dapat dikatakan ilegal.Artinya secara hukum tidak sah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Buku muatan lokal yang diperuntukkan ke sekolah BSNP atau dengan membuat tim semakin penting. Tim ini akan merumuskan silabus muatan lokal yang akan diterapkan di sekolah dan daerah-daerah mana yang pantas diterapkan.
Analisa: Apakah Dinas Pendidikan Sumatera Utara dapat menetapkan buku muatan lokal.
Rizali: Dinas Pendidikan Sumatera Utara hanya membentuk tim. Siapa yang ditunjuk tim adalah wewenang Dinas Pendidikan Sumatera Utara atas nama gubernur. Harus diingat unsur-unsur yang masuk tim membuat kriteria buku muatan lokal harus melihat berbagai pihak, seperti unsur pemerintah, akademisi, penulis, editor, layout, perwajahan, ilustrator, tifografi dan pihak lain yang memiliki andil dalam proses perbukuan.
Setelah kriteria buku muatan lokal ditetapkan, selanjutnya pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan Sumatera Utara menawarkan kepada penerbit untuk mengajukan buku muatan lokal dengan mengacu kriteria yang ditetapkan. Buku-buku muatan lokal yang diajukan penerbit diseleksi mana yang lulus dijadikan buku muatan lokal mana yang tidak lulus atau perlu dilakukan perbaikan. Buku-buku yang lulus masuk muatan lokal selanjutnya pemerintah menawarkan apakah mau dibeli atau penerbit sendiri yang memasarkan.
Analisa : Bagaimana aturan main muatan lokal yang dilakukan Dinas Pendidikan Sumatera Utara.
Rizali: Saya tidak tahu persis arah muatan lokal yang dimaksud Dinas Pendidikan Sumatera Utara. Sejauh ini penerbit di Sumatera Utara masih menunggu bentuk buku muatan lokal yang diinginkan Dinas Pendidikan Sumatera Utara
Analisa : Bagaimana kalau Dinas Pendidikan Sumatera yang menerbitkan sendiri buku muatan lokal.
Rizali: Perlu diingat, Dinas Pendidikan Sumatera Utara mempunyai tugas mengadministrasian pendidikan, bukan menerbitkan buku. Menerbitkan buku hanya penerbit. Lain cerita bila buku yang dibutuhkan pemerintah tidak sanggup disediakan penerbit, baru pemerintah dapat membuat sendiri dan menerbitkan tetap penerbit.
Selama ini sering terjadi kesalahpahaman. Banyak orang mengira penerbit urusan soal cetak mencetak buku. Penerbit bertugas menerbitkan naskah menjadi bentuk buku, sementara yang mencetak adalah percetakan. Penerbit belum tentu punya percetakan dan percetakan belum tentu ada penerbitan. Industri penerbitan percetakan adalah satu unsur dan industri Percetakan tidak ada unsur penerbitan.
Perlu diingat, naskah dari penulis yang akan dijadikan sebuah buku melalui berbagai tahap. Sebelum menjadi buku naskah terlebih dahulu dinilai apakah layak atau tidak. Jika layak lalu naskah diserahkan ke editor untuk dikoreksi menjadi bahasa buku, selanjutnya dilayout sesuai standar buku, selanjutnya dibuat cover buku yang sesuai dengan isi dan sebagainya sampai akhirnya menjadi sebuah buku.
Saya melihat tugas pemerintah bagaimana menghidupkan semua sektor kehidupan yang telah memberikan penghasilan kepada pemerintah seperti pajak, PBB, izin dan sebagainya. Seyogianya bila pemerintah punya anggaran untuk memenuhi kebutuhan untuk buku muatan lokal diserahkan kepada penerbit, dengan begitu dapat menggairahkan kembali dunia penerbitan dan menghidupkan lapangan kerja. Bukankah orang-orang yang berkerja di penerbitan adalah rakyatnya.
Analisa : Apa harapan Ikapi adanya gagasan buku muatan lokal.
Rizali: Harapan saya hanya satu, pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan Sumatera Utara membuat acuan buku muatan lokal dengan membentuk tim. Selanjutnya buku-buku muatan lokal yang diinginkan ditawarkan kepada penerbit. Buku-buku muatan lokal yang diajukan penerbit diseleksi apakah dinyatakan lulus atau tidak. Selama ini penulis bila ingin naskah dijadikan buku datang ke penerbit. Artinya penerbit punya penulis.