Jakarta, Pendidik pertama sekaligus pendidik utama bagi anak tidak lain adalah orangtua. Untuk itu, berilah pendidikan yang menyenangkan dengan senyum dan nyanyian bernada indah bagi anak.
Pemahaman hakikat anak, pengenalan proses tumbuh-kembangnya, serta� pengertian mendalam tentang keunikan masing-masing anak, hanya dipahami terutama oleh orangtuanya dibanding pihak-pihak lain yang terkait dengan dunia pendidikan si kecil.
Sedangkan para guru sebagai pendidik di institusi pendidikan baik formal maupun nonformal merupakan kelanjutan dari pendidikan orangtua.
Tapi tanda disadari, banyak orangtua yang merupakan pendidik utama justru menerapkan cara pengajaran yang salah, misalnya dengan menjewer atau membentak.
"Tanpa disadari, sudah terjadi kekerasan dalam keluarga dengan ibu dan ayah yang suka menjewer atau membentak," tutur Dr Seto Mulyadi, M.Psi, Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak, dalam acara Smart Parents Conference di Jakarta Convention Center, Jakarta, Sabtu (31/7/2010).
Keluarga diharapkan bisa benar-benar kembali menjadi The School of Love, yang merupakan salah satu mata rantai terpenting dalam membangun pola asih, asah dan asuh, guna membentuk anak berkarakter positif.
Karena itu, menurut Kak Seto, kesanggupan para orangtua untuk mau berubah sesuai dengan paradigma baru dalam mendidik putra-putrinya, adalah prasyarat mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
"Senyumlah ketika menghadapi anak. Mengomel boleh saja, tapi sampaikanlah dengan nada yang lebih indah, mengomel dengan menyanyi misalnya," tambah Kak Seto.
Selain itu, orangtua hendaknya mau melangsungkan komunikasi yang efektif dengan anak, serta memahami benar-benar hakikat anak, yakni:
1. Anak bukan miniatur orang dewasa
Artinya, anak memang bukanlah orang dewasa yang seolah ukuran badannya saja yang kecil (mini). Anak tetaplah anak, yang belum cukup memiliki kematangan dan masih banyak kekurangan serta kelemahan dibandingkan dengan orang dewasa.
2. Dunia anak adalah dunia bermain
Artinya, dunia anak pada dasarnya adalah dunia yang menyenangkan, yaitu bermain. Bermain mempunyai arti suatu kegiatan yang menyenangkan, tanpa paksaan dan tanpa suatu target yang ketat ataupun kaku. Jadi proses pembelajaran pada anak, hendaknya dilakukan melalui aktivitas yang benar-benar diwarnai suasana kegembiraaan.
3. Anak memiliki kecenderungan meniru
Artinya, apa yang dilakukan anak, banyak yang merupakan hasil peniruan terhadap apa yang terjadi di sekililingnya. Sehingga berbagai perilaku anak (apakah itu perilaku baik atau kurang baik), acapkali doambil dari perilaku orang-orang di sekitarnya (ayah, ibu, kakak, guru, teman dan lainnya). Itulah maka para ahli sependapat bahwa mendidik pada dasarnya adalah memberikan teladan dan bukannya sekedar memberi instruksi, memarahi apalagi menghukum.
4. Setiap anak itu unik
Artinya, masing-masing anak memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Karena itu, tidak semestinya membandingkan seorang anak dengan anak lain. Betapa pun itu saudara kandung atau bahkan saudara kembar sekalipun.
5. Anak berkembang secara bertahap
Artinya, setiap anak niscaya mengalami proses tumbuh dan kembang. Dan proses tersebut berlangsung secara tahap demi tahap, bukannya secara 'sekali-gebrak'.
Demikian pula proses pendidikan yang berlangsung di sekolah sebagai lembaga pendidikan. Sudah saatnya untuk mengakhiri segala macam bentuk pembelajaran yang bersifat otoriter dan memasung pola pikir kreatif anak.
(mer/ir)