praktisi pendidikan ITS Kresnayana Yahya, dan Camat Kenjeran Supomo.Yang menarik adalah paparan Sahudi dan Kresnayana. Mereka mengeluhkan keberadaan LBB (Lembaga Bimbingan Belajar) yang menjamur dan bisa menghambat pendidikan di sekolah.
Sebab, kehadiran LBB diakui Sahudi membuat peningkatan mutu sekolah terhambat. Investasi orang tua terhadap pendidikan anak, khususnya SD, terkuras karena masuk lembaga bimbingan belajar (LBB). Padahal, SD negeri di metropolis saat ini sudah bebas biaya.
Kresnayana juga mengatakan bahwa sekolah sangat terganggu oleh LBB. Menurut dia, LBB hanya men-drill siswa untuk siap menghadapi tes. Ilmu yang tersisa setelah tes usai sangat kecil, bahkan tidak ada.
Itu semua disebabkan banyak orang tua yang menganggap bahwa pendidikan hanya syarat. Lebih tepatnya, syarat untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Malahan, dia mengatakan bila dirinya kepala dinas pendidikan, LBB akan ditutupnya.
INTROSPEKSI GURU
Apa Anda setuju LBB menghambat pendidikan dan layak ditutup? Penulis sendiri menganggap keberadaan LBB sebaiknya dipertahankan. Karena, kemunculan LBB bisa dijadikan ajang kompetisi dalam penerapan metodologi pengajaran kepada para siswa antara guru LBB murni swasta dengan guru-guru negeri.
Bila saat ini LBB ternyata banyak diminati para siswa karena bisa meningkatkan nilai-nilai ujiannya, seharusnyalah para guru khususnya guru sekolah negeri harus introspeksi diri. Mengapa anak didiknya harus mengikuti les tambahan pelajaran di LBB?Apakah selama ini pelajaran yang diberikanya kepada para siswa tak cukup menjamin para siswa meraih nilai baik di ujiannya?
Kesejahteraan guru saat ini bisa dikatakan berbeda dengan guru di era Oemar Bakri. Guru era dulu hanya bersepeda pancal dan memiliki loyalitas tinggi untuk mendidik para siswanya. Mereka tak nyambi mengajar institusi lain dan betul-betul konsentrasi meng-upgrade intelligence anak didiknya.
Guru era sekarang bisa jadi mampu membeli mobil. Itu karena, anggaran pendidikan sekitar Rp 199, 6 triliun atau 20 persen dari total APBN 2010, sekitar Rp 1009,5 triliun. Anggaran ini tertinggi di banding departemen-departemen lain.
Buntutnya, gaji guru sekolah negeri kini minimal Rp 2 juta (melebihi UMR yang masih di kisaran Rp 1 juta-an). Gaji itu belum termasuk tunjangan profesi guru sekitar Rp 2 juta karena guru madrasah non PNS saja , Rp 1,5 juta.
Bila pemerintah sudah memanjakan guru dengan mencukupi gajinya seharusnyalah kinerja guru dalam mendidik para muridnya lebih meningkat lagi. Bukan malahan, kinerjanya turun dan tidak professional lagi menjalani profesinya. Bisa jadi banyak siswa masuk LBB karena imbas dari ketidakprofesionalan kinerja guru itu sendiri. Para siswa kurang yakin dengan pelajaran yang didapatkan dari guru, mereka kemudian mencari les tambahan dengan masuk LBB.
LBB TAMBAH JAM TERBANG SISWA
Keberadaan LBB juga bisa dijadikan arena untuk menambah jam terbang siswa dalam menggeluti mata pelajarannya. Para siswa harus diapresiasi karena sudah serius belajar tak hanya di dalam tapi juga di luar sekolah. Dengan memperbanyak jam terbang belajar, dipastikan para siswa nantinya bisa tumbuh menjadi pribadi yang terdidik dan pandai.
Betulkah? Malcolm Gladwell, pakar bisnis, dalam buku best seller-nya “Outliers , The Story of Success”, menulis kesuksesan seseorang ditentukan oleh kesempatan, kerja keras dan jam terbang. Grup musik The Beatles sukses di Amerika karena sebelumnya grup musik asal Liverpool, Inggris ini pernah bermain musik nonstop di klub-klub striptease di jalanan, 12 jam per hari selama 7 hari di Hamburg, Jerman.
Grup musik ini meraih sukses pada 1964, tulis Malcolm, setelah dikulkasi telah menjalani 1.200 show dan pengalaman bermusik selama 10.000 jam atau 10 tahun.
Jam terbang 10.000 jam itu bermusik itu sebagian didapatkannya selama di Hamburg.
John Lenon sendiri dalam satu wawancara dengan media Amerika, mengakui lebih menyukai bermusik di Hamburg dibanding show di Amerika ataupun Liverpool. Itu karena dia dan grupnya bisa bebas berekspresi melalui musiknya selama 12 jam dibanding di panggung show resmi yang waktunya dibatasi satu sampai dua jam.
Pengalaman setelah menjalani latihan selama 10.000 jam atau 10 tahun dan sukses seperti itu juga dialami para pengusaha ternama Amerika lainnya. Mereka antara lain Bill Gates (Microsoft), Bill Joy (Sun Microsystem) dan Steve Jobs (Apel).
Bill Gates misalkan. Dia bisa mendirikan perusahaannya Microsoft (MSFT) karena saat kuliah dia telah memperoleh banyak pengalaman soal komputer. Kampusnya, Harvard University saat itu sudah membeli seperangkat komputer untuk dipelajari cara kerjanya oleh para mahasiswanya termasuk Bill Gates.
Padahal saat itu, komputer masih barang langka dan sangat mahal harganya
Kehadiran komputer itu ternyata memicu rasa keingintahuan Bill Gates muda. Bill Gates tidak hanya belajar di dalam tapi juga di luar kampus untuk mengetahui rahasia software komputer., khususnya bahasa pemograman. Saking penasarannya, dia nyambi belajar komputer secara otodidak di University of Washington—yang tak jauh dari rumahnya.
Dia rela belajar komputer di kampus itu setelah jam kerja universitas usai yakni di atas pukul 24.00 sampai dini hari. Dari rumahnya, dia rela berjalan kaki menuju kampus hanya untuk belajar komputer.
Kerja kerasnya itu ternyata membawa hasil. Gates bersama rekan sekampusnya, Paul Allen lantas mendirikan perusahaan Microsoft. Karena itu, setelah menjadi pengusaha sukses, Gates kerap memberikan bantuan dana pada University of Washington. ‘’Karena universitas itu di antaranya bisa menjadikan saya seperti sekarang ini,’’ ujarnya.
Kalau dihitung mulai awal karirnya sampai sukses, Bill Gates ternyata sudah menempuh 10.000 jam terbang menggeluti software komputer khususnya bahasa pemograman.
Dalam bukunya itu Malcolm menunjukan bahwa di balik kesuksesan seseorang sebenarnya ada parameter terukur yang harus dilalui orang bersangkutan untuk bisa sukses. Parameter itu adalah kerja keras, kesempatan dan jam terbang. Jam terbang itu adalah berapa lama pengalaman orang bersangkutan dalam menekuni bidang pekerjaannya.
Siapa Malcolm sendiri? Malcolm adalah kolumnis Majalah New Yorker asal Kanada. Menurut situs CrainerDearlove’s Thinkers, dia menempati rangking dua dari 50 guru bisnis berpengaruh di dunia pada 2009. Selain Outliers, dua buku best sellernya adalah Tipping Point dan Blink.
Entah kebetulan atau tidak, angka 10 tahun ternyata menjadi total ukur kesuksesan seseorang dalam menjalankan bisnis, selain dibarengi adanya kesempatan luas dan kerja keras.
Dalam buku ‘’60 Tahun, Peninggalan Jawa Pos”, Pak Dahlan Iskan membutuhkan waktu 10 tahun mengurusi Jawa Pos secara intens (tak pernah libur) dan hasilnya Jawa Pos besar dan menggurita seperti sekarang ini. Karena itu keberadaan LBB perlu dipertahankan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. (*)
Sebab, kehadiran LBB diakui Sahudi membuat peningkatan mutu sekolah terhambat. Investasi orang tua terhadap pendidikan anak, khususnya SD, terkuras karena masuk lembaga bimbingan belajar (LBB). Padahal, SD negeri di metropolis saat ini sudah bebas biaya.
Kresnayana juga mengatakan bahwa sekolah sangat terganggu oleh LBB. Menurut dia, LBB hanya men-drill siswa untuk siap menghadapi tes. Ilmu yang tersisa setelah tes usai sangat kecil, bahkan tidak ada.
Itu semua disebabkan banyak orang tua yang menganggap bahwa pendidikan hanya syarat. Lebih tepatnya, syarat untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Malahan, dia mengatakan bila dirinya kepala dinas pendidikan, LBB akan ditutupnya.
INTROSPEKSI GURU
Apa Anda setuju LBB menghambat pendidikan dan layak ditutup? Penulis sendiri menganggap keberadaan LBB sebaiknya dipertahankan. Karena, kemunculan LBB bisa dijadikan ajang kompetisi dalam penerapan metodologi pengajaran kepada para siswa antara guru LBB murni swasta dengan guru-guru negeri.
Bila saat ini LBB ternyata banyak diminati para siswa karena bisa meningkatkan nilai-nilai ujiannya, seharusnyalah para guru khususnya guru sekolah negeri harus introspeksi diri. Mengapa anak didiknya harus mengikuti les tambahan pelajaran di LBB?Apakah selama ini pelajaran yang diberikanya kepada para siswa tak cukup menjamin para siswa meraih nilai baik di ujiannya?
Kesejahteraan guru saat ini bisa dikatakan berbeda dengan guru di era Oemar Bakri. Guru era dulu hanya bersepeda pancal dan memiliki loyalitas tinggi untuk mendidik para siswanya. Mereka tak nyambi mengajar institusi lain dan betul-betul konsentrasi meng-upgrade intelligence anak didiknya.
Guru era sekarang bisa jadi mampu membeli mobil. Itu karena, anggaran pendidikan sekitar Rp 199, 6 triliun atau 20 persen dari total APBN 2010, sekitar Rp 1009,5 triliun. Anggaran ini tertinggi di banding departemen-departemen lain.
Buntutnya, gaji guru sekolah negeri kini minimal Rp 2 juta (melebihi UMR yang masih di kisaran Rp 1 juta-an). Gaji itu belum termasuk tunjangan profesi guru sekitar Rp 2 juta karena guru madrasah non PNS saja , Rp 1,5 juta.
Bila pemerintah sudah memanjakan guru dengan mencukupi gajinya seharusnyalah kinerja guru dalam mendidik para muridnya lebih meningkat lagi. Bukan malahan, kinerjanya turun dan tidak professional lagi menjalani profesinya. Bisa jadi banyak siswa masuk LBB karena imbas dari ketidakprofesionalan kinerja guru itu sendiri. Para siswa kurang yakin dengan pelajaran yang didapatkan dari guru, mereka kemudian mencari les tambahan dengan masuk LBB.
LBB TAMBAH JAM TERBANG SISWA
Keberadaan LBB juga bisa dijadikan arena untuk menambah jam terbang siswa dalam menggeluti mata pelajarannya. Para siswa harus diapresiasi karena sudah serius belajar tak hanya di dalam tapi juga di luar sekolah. Dengan memperbanyak jam terbang belajar, dipastikan para siswa nantinya bisa tumbuh menjadi pribadi yang terdidik dan pandai.
Betulkah? Malcolm Gladwell, pakar bisnis, dalam buku best seller-nya “Outliers , The Story of Success”, menulis kesuksesan seseorang ditentukan oleh kesempatan, kerja keras dan jam terbang. Grup musik The Beatles sukses di Amerika karena sebelumnya grup musik asal Liverpool, Inggris ini pernah bermain musik nonstop di klub-klub striptease di jalanan, 12 jam per hari selama 7 hari di Hamburg, Jerman.
Grup musik ini meraih sukses pada 1964, tulis Malcolm, setelah dikulkasi telah menjalani 1.200 show dan pengalaman bermusik selama 10.000 jam atau 10 tahun.
Jam terbang 10.000 jam itu bermusik itu sebagian didapatkannya selama di Hamburg.
John Lenon sendiri dalam satu wawancara dengan media Amerika, mengakui lebih menyukai bermusik di Hamburg dibanding show di Amerika ataupun Liverpool. Itu karena dia dan grupnya bisa bebas berekspresi melalui musiknya selama 12 jam dibanding di panggung show resmi yang waktunya dibatasi satu sampai dua jam.
Pengalaman setelah menjalani latihan selama 10.000 jam atau 10 tahun dan sukses seperti itu juga dialami para pengusaha ternama Amerika lainnya. Mereka antara lain Bill Gates (Microsoft), Bill Joy (Sun Microsystem) dan Steve Jobs (Apel).
Bill Gates misalkan. Dia bisa mendirikan perusahaannya Microsoft (MSFT) karena saat kuliah dia telah memperoleh banyak pengalaman soal komputer. Kampusnya, Harvard University saat itu sudah membeli seperangkat komputer untuk dipelajari cara kerjanya oleh para mahasiswanya termasuk Bill Gates.
Padahal saat itu, komputer masih barang langka dan sangat mahal harganya
Kehadiran komputer itu ternyata memicu rasa keingintahuan Bill Gates muda. Bill Gates tidak hanya belajar di dalam tapi juga di luar kampus untuk mengetahui rahasia software komputer., khususnya bahasa pemograman. Saking penasarannya, dia nyambi belajar komputer secara otodidak di University of Washington—yang tak jauh dari rumahnya.
Dia rela belajar komputer di kampus itu setelah jam kerja universitas usai yakni di atas pukul 24.00 sampai dini hari. Dari rumahnya, dia rela berjalan kaki menuju kampus hanya untuk belajar komputer.
Kerja kerasnya itu ternyata membawa hasil. Gates bersama rekan sekampusnya, Paul Allen lantas mendirikan perusahaan Microsoft. Karena itu, setelah menjadi pengusaha sukses, Gates kerap memberikan bantuan dana pada University of Washington. ‘’Karena universitas itu di antaranya bisa menjadikan saya seperti sekarang ini,’’ ujarnya.
Kalau dihitung mulai awal karirnya sampai sukses, Bill Gates ternyata sudah menempuh 10.000 jam terbang menggeluti software komputer khususnya bahasa pemograman.
Dalam bukunya itu Malcolm menunjukan bahwa di balik kesuksesan seseorang sebenarnya ada parameter terukur yang harus dilalui orang bersangkutan untuk bisa sukses. Parameter itu adalah kerja keras, kesempatan dan jam terbang. Jam terbang itu adalah berapa lama pengalaman orang bersangkutan dalam menekuni bidang pekerjaannya.
Siapa Malcolm sendiri? Malcolm adalah kolumnis Majalah New Yorker asal Kanada. Menurut situs CrainerDearlove’s Thinkers, dia menempati rangking dua dari 50 guru bisnis berpengaruh di dunia pada 2009. Selain Outliers, dua buku best sellernya adalah Tipping Point dan Blink.
Entah kebetulan atau tidak, angka 10 tahun ternyata menjadi total ukur kesuksesan seseorang dalam menjalankan bisnis, selain dibarengi adanya kesempatan luas dan kerja keras.
Dalam buku ‘’60 Tahun, Peninggalan Jawa Pos”, Pak Dahlan Iskan membutuhkan waktu 10 tahun mengurusi Jawa Pos secara intens (tak pernah libur) dan hasilnya Jawa Pos besar dan menggurita seperti sekarang ini. Karena itu keberadaan LBB perlu dipertahankan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. (*)